Daftar Isi
Pelajaran yang sulit dalam hidup ini adalah belajar merelakan atau letting go, baik merelakan sebuah kesempatan kerja, hubungan yang kandas, kehilangan anggota keluarga, masa lalu bahkan bagian dari diri kita sendiri.
Beberapa hal yang membuat merelakan hal yang sulit adalah umumnya karena sesuatu tersebut begitu terasa berharga. Merelakan sendiri adalah menyetujui tanpa bantahan, tidak lagi merasakan bahwa hal tersebut berharga atau kita butuhkan, hasilnya bisa dalam bentuk benar- benar kehilangan, tetap bersabar, atau tidak berharap sama sekali.
Merelakan berarti memberikan dengan ikhlas hati, melepaskan dengan tulus hati. Tentunya merelakan bukanlah peristiwa hidup yang mudah, karena pada dasarnya kita butuh untuk merasakan kesenangan akan diri kita. Kita butuh merasakan bahwa waktu dan energi kita bermakna.
Apa yang membuat kita merasa demikian?
Ya, kenangan dan nostalgia. Kenangan yang ada dalam pikiran kita menjadikan segalanya yang telah terjadi terasa indah, meskipun mungkin tidak selalu benar. Terkadang perasaan kita mengalahkan logika itu sendiri.
Merelakan menjadi sulit karena kita perlu pembiasaan. Pembiasaan diri dengan situasi yang baru yang mungkin tidaklah mudah dan di luar dari harapan- harapan kita. Namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Berikut 4 langkah yang bisa dilakukan untuk menikmati proses merelakan.
Menerima Diri Kembali
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk bisa lebih merelakan adalah untuk tidak perlu percaya terhadap kenangan dan nostalgia yang hadir dalam pikiran kita. Kenangan dan nostalgia itu memang ada namun mereka tidak menguasai diri dan pikiran kita.
Cukup jadikan kenangan dan nostalgia itu sebagai sebuah pembelajaran. Apa yang tidak menjadi milik atau jalan kita saat ini adalah yang terbaik yang Tuhan berikan kepada kita. Kita perlu bersiap untuk mendapatkan peristiwa atau situasi yang baru yang terbaik untuk diri kita.
Dalam proses merelakan yang dikatakan Marvin Sulistyo kita memang menghadapi fase berduka pada awalnya. Fase yang terasa nyata karena emosi yang menguasai diri kita. Namun untuk memperbaikinya kita akan melewati fase menerima keadaan.
Fase mengakui bahwa kita memang bersedih, namun percaya bahwa ada jalan lain yang terbuka meskipun yang kita lihat hanyalah kebuntuan. Lepaskan hal yang tidak bisa kita kontrol, menyadari apa yang bisa kita kontrol dan belajar menerima diri apa adanya.
Berkumpul dengan Orang yang Berharga
Kedua, berkumpul dengan orang yang mencintai dan menyayangi kita dan mengapresiasi diri kita. Kedekatan kita bersama orang- orang yang mencintai dan menyayangi kita memberikan emosi yang positif dan rasa saling percaya. Rasa saling memiliki akan tumbuh dan terbentuk lingkungan yang positif.
Fokus kepada Diri Sendiri
Ketiga, cobalah untuk fokus kepada diri sendiri. Fokus untuk merawat tubuh kita, pikiran dan perasaan kita. Mulailah untuk lebih terbuka kepada orang yang menyayangi kita seperti orang tua dan sahabat, membaca buku pengembangan diri hingga berkonsultasi kepada profesional. Jika kita kehilangan sesuatu yang kita rasa penting, berjanji untuk membangun sesuatu yang baru dengan lebih baik untuk diri kita.
Mengapresiasi Hal- Hal Sederhana
Terakhir, mulailah mengapresiasi hal- hal sederhana yang kita miliki, seperti bersyukur dengan kesehatan yang diberikan Tuhan, makanan yang lezat, rumah yang nyaman. Serta masih banyak lagi hal yang terlihat kecil di sekitar kita namun sebenarnya adalah patut kita syukuri.
Pilihlah untuk menjadi bahagia. Tidak perlu risau dengan masa depan. Kita dapat memulai dengan memberikan ucapan yang juga membahagiakan orang lain, seperti “terima kasih sudah berjuang” dan lain sebagainya. Ucapkan terima kasih kepada lingkungan kita, tubuh kita, segala yang membantu kita menjalani hari demi harinya.
Karena sejatinya kita tidak bisa menunggu sampai kehidupan terasa tidak sulit lagi, sebelum kita memutuskan untuk menjadi bahagia.
Penutup
Pada dasarnya hidup ini adalah serial panjang tentang merelakan. Dari detik ke detik, hari ke hari, tahun ke tahun, segala yang di hidup ini tidak abadi. Kita akan kehilangan keluarga, teman- teman, hubungan romantis, pekerjaan dan komunitas kita. Bahkan suatu saat nanti adalah sebuah keniscayaan kita akan kehilangan keberadaan diri sendiri.
Percayalah, dengan merelakan, kita akan berkembang. Berkembang tidak selalu terasa menyenangkan pada awalnya, perubahan yang sesungguhnya terasa campur aduk antara perasaan sedih dan harapan akan kebahagiaan di masa depan. Hal baru menanti kita di masa depan. Jangan takut untuk mencobanya.